
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
Kerajaan Mataram, Kerajaan Gowa Tallo Dan Kerajaan
Demak
Mata Kuliah :
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM 2
Dosen Pengampu:
Drs. Khairuddin,M.Ag
Oleh Kelompok 3 : LESNIDA LUBIS
MODONG HARAHAP
M. RAMZANI SIREGAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI 2)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A 2017/2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat seta salam
semoga tercurahkan kepada nabi kita, Muhammad SAW., keluarga serta sahabatnya
dan akhirnya kepada kita sebagai umat yang tunduk terhadap ajaran yang
dibawanya.
Kami selaku penyusun makalah ini merasa lega dan bahagia karena
bisa menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Pendidikan Islam pada Masa
Kerajaan Islam Di Indonesia, (Kerajaan Mataram, Kerajaan Gowa Tallo dan Kerajaan
Demak)” sesuai dengan waktu yang direncanakan, dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi para mahasiswa atau pelajar, terutama bermanfaat bagi kelompok
kami yang sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan mak alah ini, guna
untuk memenuhi tugas perkuliahan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini, terutama kepada Bapak Drs.
Khairuddin, M.Ag Beliau telah mempercayakan kami dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar .................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................ ii
BAB I
Pendahuluan ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah
.............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA
KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA(Kerajaan Mataram,
Kerajaan Gowa Tallo dan Kerajaan Demak)........................................ 3
A.
pendidikan Islam Masa Kerajaan Mataram...................................................... 3
B. pendidikan
Islam Masa Kerajaan Gowa tallo................................................... 7
C. pendidikan
Islam Masa Kerajaan Demak......................................................... 9
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Masa kerajaan
Islam merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan pendidikan sejarah
pendidikan Islam di Indonesia. Hal ini kaena lahirnya kerajaan islalm yang
disertai berbagai kebijakan dari penguasaannya. Saat itu sangat mewarnai
sejarah Islam di Indonesia. Terlebih-lebih agama Islam juga pernah dijadikan
sebagai agama resmi Negara atau kerajaan pada saat itu.
Perjalanan
sejarah pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa mengesampingkan keadaan Islam
pada masa kerajaan Islam ini. Pendidikan Islam itu menjadi tolak ukur bagaimana
Islam dan umatnya telah memainkan peranannya dalam berbagai aspek social,
politik, maupun budaya. Oleh karena itu, untuk melacak sejarah pendidikan Islam
di Indonesia dengan periodesasinya, baik dalam pemikiran, isi maupun
pertumbuhan organisasi dan kelembagaannya. Tidak mugkin dilepaskan dari
fase-fase yang dilaluinya.
Tumbuhnya
kerajaan Islam sebagai pusat-pusat kekuasaan Islam di Indonesia ini jelas
sangat berpengaruh sekali dalam proses islamisasi/ pendidikan Islam di
Indonesia, yaitu sebagai suatu wadah/ lembaga yang dapat mempermudah penyebaran
Islam di Indonesia. Ketika kekuasaan politik Islam semakin kokoh dengan
munculnya kerajaan-kerajaan Islam, pendidikan semakin memperoleh perhatian, karena
kekuatan politik digabungkan dengan semangat para mubaligh (pengajar agama pada
saat itu) untuk mengajarkan Islam merupakan dua sayap kembar yang mempercepat
tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia. Makalah ini akan membahas
tentang pendidikan islam pada masa kerajaan islam yaitu, kerajaan mataram,
kerajaan gowa tallo, Dan kerajaan demak .
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
Pendidikan Islam pada masa kerajaan Mataram (Kebijakan, lembaga Dan jaringan) ?
2.
Bagaimana
Pendidikan islam pada masa kerajaan Gowa Tallo (kebijakan, lembaga dan
jaringan)
3.
Bagaimana
Pendidikan islam pada masa kerajaan Demak (kebijakan, lembaga Dan jaringan) ?
C.
TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui Bagaimana Pendidikan Islam pada masa kerajaan Mataram (Kebijakan,
lembaga Dan jaringan) ?
2.
Untuk
mengetahui Bagaimana Pendidikan islam pada masa kerajaan Gowa Tallo (kebijakan,
lembaga dan jaringan)
3.
Untuk
mengetahui Bagaimana Pendidikan islam pada masa kerajaan Demak (kebijakan,
lembaga Dan jaringan) ?
BAB II
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
(Kerajaan Mataram, Kerajaan Gowa Tallo dan Kerajaan Demak)
A.
PENDIDIKAN ISLAM MASA KERAJAAN MATARAM
Awal
dari kerajaan Mataram adalah ketika sultan Adiwijaya dari Pajang meminta
bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi
dan menumpas peberontakan Aria Penangsang tersebut. Sebagai hadiah atasnya,
sultan kemudian menghadiahkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang
menurunkan raja-raja Mataram Islam kemudian.[1]
Pada
tahun 1577 M. Ki Gede Pemanahan menempati istana barunya di Mataram. Dia
digantikan oleh putranya, Senopati tahun 1584 dan dikukuhkan oleh sultan
Pajang. Senopatilah yang dipandang sebagai sultan Mataram pertama, setelah
Pangeran Benawa, anak Sultan Adiwijaya, menawarkan kekuasaan atas Pajang kepada
Senopati. Meskipun Senopati menolak dan hanya meminta pusaka kerajaan,
diantaranya Gong Kiai Jatayu, namun dalam tradisi jawa, penyerahan benda-benda
pusaka itu semua artinya dengan penyerahan kekuasaan.
Senopati
meninggal dunia tahun 1601 M, dan digantikan oleh putranya Seda Ing Krapyak yang
memerintah sampai tahun 1613 M, Seda Ing Krapyak oleh putranya, Sultan Agung,
yang melanjutkan usaha ayahnya. Pada tahun 1619, seluruh Jawa Timur praktis
sudah berada dibawah kekuasaannya. Dimasa pemerintahan Sultan Agung inilah
kontak-kontak bersenjata antara kerajaan Mataram dengan VOC mulai terjadi. Pada
tahun 1630 M, Sultan Agung menetapkan Amangkurat I sebagai putra mahkota.
Sultan Agung wafat tahun 1646 M dan dimakamkan di Imogiri. Ia digantikan oleh putra
mahkota. Masa pemerintahan Amangkurat I hampir tidak pernah reda dari konflik.
Dalam setiap konflik, yang tampl sebagai lawan adalah mereka yang didukung oleh
para ulama yang bertolah dari keprihatinan agama. Tindakan pertama
pemerintahannya adalah menumpas pendukung pangeran alit dengan membunuh banyak
ulama yang dicurigai.
a.
Kebijakan
Pendidikan Islam Kerajaan Mataram (1575-1757)
Perpindahan kekuasaan dari Demak ke Pajang tidak menyebabkan
perubahan yang berarti dalam system pendidikan dan pengajaran Islam.
Setelah pusat kerajaan Islam berpindah dari pajang ke Mataram (tahun 1586 M),
tampak beberapa perubahan, terutama pada zaman Sultan Agung(tahun 1613 M).
Setelah mempersatukan Jawa Timur dengan Mataram serta daerah-daerah yang lain,
Sultan Agung mulai mencurahkan perhatiannya untuk membangun negara, seperti
mempergiat berladang dan bersawah, serta memajukan perdagangan dengan luar
negeri.
Atas kebijaksanaan Sultan Agung, kebudayaan lama yang berdasarkan
Indonesia asli dan Hindhu dapat disesuaikan dengan Agama dan kebudayaan Islam,
seperti:
1.
Gerebeg
disesuaikan hari raya Idul Fitri dan Maulid Nabi. Sejak itu terkenal
dengan gerebek poso(puasa)gerebek Mulud.
2.
Gamelan
Sekaten yang hanya dibunyikan pada Gerebek Maulud, atas kehendak Sultan Agung
dipukul di halaman Masjid.
3.
Karena
hitungan tahun Caka (Hindu) yang dipakai di Indonesia (Jawa) berdasarkan
hitungan perjalanan matahari berbeda dengan Hijriyah yang berdasarkan
perjalanan bulan, pada tahun 1633 M, atas perintah Sultan Agung, tahun caka
yang telah berangka 1555 tidak lagi ditambah dengan hitungan matahari,
melainkan dengan hitungan perjalanan bulan, sesuai dengan tahun Hijriyah. Tahun
yang baru disusun itu disebut tahun Jawa dan sampai sekarang tetap
dipergunakan.
b.
Lembaga
Dan jaringan Pendidikan Islam Kerajaan Mataram
Sultan Agung juga memerintah supaya di tiap-tiap ibu kota kabupaten
didirikan sebuah masjid, sebagai induk dari sebuah masjid dalam daerah
kabupaten, dan pada tiap-tiap ibu kota didirikan sebuah masjid kewedanaan .
Begitu pula pada tiap-tiap desa didirikan masjid desa. Masjid Gede dikepalai
seorang penghulu dan dibantu oleh empat puluh orang pegawainya. Masjid
kewedanaan dipimpin oleh seorang Naib dan dibantu oleh sebelas orang
pegawainya, sedangkan masjid desa dikepalai oleh Modin (Kayim, Kaum) dan empat
orang pembantunya. Pada satu desa diadakan beberapa tempat pengajian Quran, dan
diajarkan pokok-pokok ajaran Islam, seperti cara beribadah, rukun Iman, rukun
Islam dan sebagainya. Jumlah tempat pengajian bergantung pada banyaknya Modin
di desa itu.[2]
Beberapa tempat pengajian Qur`an diadakan di desa-desa. Disana
diajarkan huruf hijaiyah, membaca al-qur`an, pokok-pokok dan dasar ilmu agama
Islam. Cara mengajarkannya adalah dengan menghafal. Jumlah tempat pengajian
Qur`an adalah banyaknya modin di desa itu. Hal itu disebabkan di tiap
pengajian Qur`an, modin bertindak sebagai pengajar. Meskipun tidak ada
undang-undang wajib belajar, namun anak laki-laki dan perempuan yang berumur 7
tahun harus belajar di pengajian qur`an di desa masing-masing atas kehendak
orang tuanya sendiri. Hal tersebut menjadi semacam adat yang berlaku saat itu.
Karena jika ada anak yang berumur 7 atau lebuh tidak belajar mengaji, dengan
sendirinya menjadi olok-olokan teman seusianya.
Selain itu ada pula pengajian kitab yang dikhususkan pada
murid-murid yang telah menghatamkan al-Qur`an. Guru di pengajian kitab bisanya
adalah murid modin terpandai di desa itu. Bisa juga modin dari desa lain yang
memenuhi syarat, baik dari kepandaian maupun budi pekertinya. Guru-guru tersebut
diberi gelar Kiyai Anom. Waktu belajar pagi, siang, dan malam hari.
Kitab-kitab yang diajarkan ditulis dalam bahasa arab lalu diterjemahkan ke
dalam bahasa daerah. Pelajarannya antara lain Usul 6 bis, kemudianmatan
taqrib, dan bidayatul hidayah karya Imam Ghazali dalam ilmu akhlaq.
Pengajarannya dilakukan dengan sorongan, seorang demi seorang bagi murid pemula
dan halaqah bagi pelajar lanjutan.
Di beberapa kabupaten, diadakan pesantren desa ke tingkatan tinggi.
Gurunya bergelar kiyai sepuh ayau kanjeng kiyai. Pesantren ini
berperan sebagai lembaga pendidikan tingkat tinggi. Kitab-kitab yang diajarkan
pada pesantren besar adalah kitab-kitab besat dalam bahasa arab, lalu
diterjemahkan kata demi kata kedalam bahasa daerah dan dilakukan secara
halaqah. Bermacam-macam ilmu agama diajarkan disini, seperti: fiqih, tafsir,
hadits, ilmu kalam, tasawuf dan sebagainya. Selain pesantren besar,
juga diselenggarakan semacam pesantern takhasus, yang mengajarkan satu cabang
ilmu agama dengan cara mendalam atau spesialisasi.[3]
Dalam pendidikan islam masa mataram,
membagi pesantren menjadi beberapa tingkatan, yakni :
1. Tingkat pengajian Al-Qur’an
Tingkat
ini terdapatdi setiap desa yang di ajarkan adalah huruf hijaiyah, membaca
al-qur’an berzanji,rukun imam, dan rukun islam.
2. Tingkat pengajian Kitab
Santri
yang mengaji pada tingkatan ini adalah yang telah khatam al-qur’an.
Tempatnya
biasanya di serambi masjid dan mereka umumnya mondok. Guru yang mengajar diberi
gelar kiai anom. Kitab-kitab mula-mula yang di pelajari adalah 6 kitab dengan 6
bismillahirahmanirrahim, kemudian matan taqrib dan bidayatul hidayah.
3. Tingkatan pesantren besar
Di adakan
di daerah kabupaten sebagai lanjutan dari desa. Kitab yang dipelajari adalah
kitab-kitab besar berbahasa arab yang diterjemahkan kedalam bahasa daerah.
Cabang-cabangilmu yang diajarkan adalah fiqh,tafsir,hadis, ilmu kalamtasawuf
dan lain-lain
4. Pondok pesantren tingkat keahlian
(takhassus)
Ilmu yang di pelajari pada tingkat ini
adalah salah satu cabang ilmu secara mendalam.tingkat ini adalah tingkat
spesialis.
B.
PENDIDIKAN ISLAM MASA KERAJAAN GOWA TALLO
Gowa-Tallo, kerajaan kembar yang saling berbatasan, biasanya
disebut Kerajaan Makasaar. Kerajaan ini terletak di Semenanjung Barat Daya
Pulau Sulawesi, yang merupakan daerah transit sangat strategis.
Sejak Gowa-Tallo tampil sebagai sebagai pusat perdagangan laut,
kerajaan ini menjalin hubungan baik dengan Ternate yang telah menerima Islam
dari Gresik/Giri.[4]
Di Sulawesi, sistem pendidikannya tidak jauh beda dengan
tempat-tempat yang lain, yaitu menggunakan sistem lama. Bentuknya berupa
lembaga madrasah, tetapi masih sangat sederhana. Isinya pun hanya belajar
tentang menulis dan membaca Al-Qur’an, hukum tentang kesucian individu dalam
menghadap Tuhannya.
Adapun madrasah di Sulawesi Tengah yaitu Madrasah Al-Khoirat,
Madrasah Tarbiyah Islamiyah, Madrasah Daru Dakwah Wal Irsyad.
Pada masa pemerintahan Raja Gowa ke sepuluh di kembangkan
keterampilan, seperti pandai besi, pembuat bangunan rumah dan perahu, pembuatan
sumpit, senjata, dan lain-lain. Selanjutnya, dengan penetapan agama Islam
sebagai agama resmi kerajaan pada tanggal 9 november 1607 M, sistem pendidikan
tradisional semakin berkembang. Masjid Kalukubodoa (Tallo-Gowa) misalnya,
menjadi pusat pengajian Islam yang dikunjungi oleh siswa, baik dari kerajaan
gowa maupun dari segenap Negeri Bugis Makassar lainnya yang telah menerima
agama Islam.
Pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-15 (1637-1653 M) Sultan
Malikussaid tiap-tiap negeri (bate) memiliki masjid dan tiap-tiap kampung
memiliki langgar. Selain dipergunakan untuk sholat, masjid dan langgar juga di
gunakan sebagai tempat pengajian agama bagi para pemuda di tempat itu. Guru
yang mengajarkan Al-Qur’an dan imu-ilmu Islam lainnya disebutanrong-gurunta atau gurunta.[5]
Agama islam masuk di sulawesi
mula-mulai adalah di bagian Jazirah sebelah selatan. Daerah ini didiami oleh
suku makassar dan bugis . pada abab ke-16 berdiri di daerah itu kerajaan goa
yang meliputi seluruh daerah-daerah kediaman suku makassar.
Kerajaan mula-mula yang berdasarkan
islam di sulawesi adalah Kembar Gowa Tallo pada tahun 1605, Rajanya bernama I
Mailkang Daeng Manyonri, masuk islam berganti nama Sultan Abdullah Awwalul
Islam. Setelah itu raja gowa Aluddin masuk islam dalam waktu dua tahun seluruh
rakyanya telah memeluk islam. Mubaligh islam yang berjasa adalah murid Sunan
Giri yakni Abdul Qadir Kahtib Tunggal bergelar Datu Ribandang, ia
berasal dari minangkabau di bantu oleh Datu Sulaiman alias Datu Pattimbang,
danDatu RI Tirto alias Khatib Bungsu yang telah berjasa menyuburkan islam di
sulawesi.
Maka tersebutlah riwayat tiga orang
anak minangkabau yaitu Datu Ribandang, Datu Pattimbang, Datu RI Tirto datang
merantau di daerah makassar. Di antara ketiga itu yang paling besar
jasanya ialah Datu Ribandang . Datu Ribandang itulah yang mengadakan
perhubungan dengan raja gowa, sehingga akhirnya raja gowa itu
memeluk agama islam (kurang lebih tahun 1600 M) Baginda memeluk agama islam dan
menggati namanya menjadi Sultan Alauddin Anwamul Islam bersama baginda wasir
besarnya Karaeng Matopia turut pula memeluk agama
islam kemudian di ikuti oleh pembesar-pembesarnya dan rakyat
umumnya.
Pengaruh Raja Gowa dan Tallo dalam
dakwah islam sangat besar terhadap raja-raja kecil lainnya.Kemudian ketiga datu
itu terus juga menyiarkan agma islam ke dalam kerajaan bugis yang lain ,
seperti Wajo, Soppeng,Sidenreng,Ternate dan lain-lain sehingga tersiarlah agama
islam di daerah itu. Sampai sekarang ketiga nama datu itu masih menjadi ingatan
yang mulia bagi orang bugis dan makassar.setelah raja gowa memeluk agama islam,
maka dalam waktu yang tidak lama daerah selatan pulau kalimantan telah tunduk
dan memeluk agama islam taklama kemudian kerajaan goa menaklukan Bone (1606 M), Bima (1616,1618,dan 1626), Sumbawa
(1618, 1626),Buton (1626). Dengan taklutnya daerah-daerah tersebut maka agama
islam ikut di belakangnya tersebar di seluruh daerah itu dengan demikian dapat
di sinpulakan bahwa agama islam mula-mula datang di sulawesi selatan kemudian
kerajaan gowa menyempurnakan penyebarannya sehingga sampai di Nusa Tenggara,
sekarang keadaan agama islam di Sulawesi sebagai berikut:
Di Sulawesi Utara terdapat penduduk
beragam islam kecuali di daerah Minahasa yang hanya terdapat di sana kurang
lebih 25.000 orang islam. Di Sulawesi Selatan boleh di katakan seluruh
penduduknya islam. Sedangkan di Sulawesi Tenggara di diami oleh
orang-orang yang memiliki bermacam-macam kepercayaan, seperti agama islam,
agama nasrani, dan kepercayaan daerah.
C.
PENDIDIKAN ISLAM MASA KERAJAAN DEMAK
Perkembangan
islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi Raja Majapahit. Hal
itu memberi peluang kepada penguasa-penguasa islam dipesisir untuk membangun
pusat-pusat kekuasaan yang independen. Dibawah pimpinan Sunan Ampel Denta.
Walisono bersepakat mengangkat Rden Patah menjadi Raja pertama kerajaan Demak.
Kerajaan islam pertama di Jawa, dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman
Panembahan Palembang Sayyidin Panatagama. Raden patah dalam menjalankan
pemerintahannya, terutama dalam persoalan-persoalan agama, dibantu oleh para
ulama, Walisongo. Sebelumnya Demak yang masih bernama Bintoro merupakan daerah
asal majapahit yang diberikan raja majapahit keada raden patah. Daerah ini
lambat laun menjadi pusat perkembangan agama islam yang diselenggarakan oleh
para wali.
Pemerintah
raden patah berlangsung kira-kira diakhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16.
Dikatakan, ia adalah seorang anak raja majapahit dari seorang ibu muslim
keturunan campa. Ia digantikan oleh anak nya, Sambrong Lor, dikenal juga dengan
nama Pati Unus. Pati unus digantikan oleh Trenggoo yang dilantik sebagai sultan
oleh sunan gunung jati dengan gelar sultan Ahmad Abdu ‘Arifin. Ia memerintah
pada tahun 1524-1546. Pada masa sultan demak ketiga inilah islam dikembangkan
keseluruh tanah jawa, bahkan sampai kekalimtan selatan. Selanutnya, pada tahun
1529, demak berhasil menundukkan Madiun, Blora (1530). Surabaya (1531),
Pasuruan (1535), dan atara tahun (1541-1542) lomongan, blitar, wirasaba, dan
kediri (1544)palembang dan banjarmasin mengakui kekuasaan demak. Sementara
daerah jawa tengah bagian selatan sekitar gunung merapi, pengging dan pajang
berhasil dikuasai berkat pemuda islam, Syaikh siti jenar dan sunan tembayat.
Pada tahun 1546, penyerbuan ke blambangan, sultan Trenggono terbunuh, ia
digantikan adiknya Prawoto. Masa pemerintahannya tidak berlangsung lama karena
terjadi emberontakan oleh adipati-adipati sekitar kerajaan demak. Dengan
demikian kerajaan demak berakhir dan dilanjutkan oleh kerajaan Pajang dibawah
jaka tingkir yang berhasil membunuh Aria Penangsang.
Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Fatah pada awal abad XIV. Pada
mulanya, Demak merupakan pusat pengajaran Islam yang dipelopori oleh Raden
Fatah (tahun 1500 M), kemudian makin lama Demak berkembanmg menjadi kota perdagangan
dan akhirnya menjadi sebuah kerajaan. Pendidikan dan pengajaran Islam bertambah
maju dan penyebaran Islam ke seluruh Pulau Jawa maju pesat karena adanya
bantuan pemerintah dan pembesar-pembesar Islam yang membelanya. Dengan
demikian, didikan dan ajaran Islam mulai mendesak dan mengurangi pengaruh agama
Hindu sedikit demi sedikit.[6]
Kitab-kitab agama Islam di zaman Demak yang kini masih dikenal
adalah Primbon, yaitu notes berisi segala macam catatan tentang ilmu-ilmu
agama, doa, bahkan juga tentang ilmu obat-obatan, ilmu gaib, dan sebagainya.
Selain itu, ada lagi kitab-kitab yang dikenal dengan nama Suluk Sunan Bonang,
Suluk Sunan Kalijaga, Wasita Jati SUnan Geseng dan lain-lain. Kitab ini
berbentuk diktat didikan dan ajaran mistik (tasawuf) Islam dari para sunan yang
bersangkutan yang ditulis dengan tangan.
Proses penyiaran Islam pada waktu itu dengan cara propaganda
tingkah laku dan perbuatan, tidak banyak bicara,dan secara berangsur-angsur
dalam menjalankan hokum syariat. Di tempat-tempat sentral suatu daerah
didirikan masjid yang dipimpin seorang badal. Dialah yang menjadi sumber ilmu
dan pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Wali suatu daerah diberi gelar
resmi, yaitu sunan ditambah nama daerahnya.[7]
Untuk menyempurnakan rencana pendidikan, Wali songo dari Kerajaan
Demak mengambil suatu keputusan untuk mengisi semua cabang kebudayaan nasional,
yakni filsafat hidup, kesenian, kesusilaan, adat istiadat, ilmu pengetahuan,
dan yang lainnya dengan anasir-anasir pendidikan dan pengajaran Islam agar agama
islam mudah diterima dan menjadi darah daging dalam kehidupan masyarakat. Usaha
ini berhasil dengan baik. Keberhasilan ini menunjukkan kecakapan, kebijaksanaan
Sunan Kalijaga dan Sunan Giri dalam lapangan pendidikan dan pengajaran Islam.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Masa Kerajaan Islam merupakan salah
satu dari periodisasi perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia. Hal ini
karena lahirnya kerajaan islam disertai kebijakan dari penguasnya. Saat itu
sangat mewarnai sejarah Islam di Indonesia. Terlebih-lebih agama Islam juga
pernah dijadikan sebagai agama resmi negara/kerajaan pada saat itu. Karena
itulah, bila kita berbicara tentang perjalanan sejarah pendidikan Islam di
Indonesia, tentu saja kita tidak bisa menyampingkan bagaimana beberapa kerajaan
islam di Indonesia, serta bagaimana percaya dalam pendidikan Islam dan dakwah
islamiyah tentunya.
Tumbuhnya kerajaan Islam sebagai
pusat-pusat kekuasaan Islam di Indonesia ini jelas sangat berpengaruh sekali
dalam proses islamisasi/pendidikan Islam di Indonesia, yaitu sebagai suatu
wadah/ lembaga yang dapat mempermudah penyebaran Islam di Indonesia. Ketika
kekuasaan politik Islam semakin kokoh dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam,
pendidikan semakin memperoleh perhatian, karena kekuatan politik digabungkan
dengan semangat para mubaligh uutuk mengajarkan Islam merupakan dua sayap
kembar yang mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud Yunus. 1995. sejarah pendidikan Islam di
Indonesia Jakarta : Mutiara Sumber Widya.
Enung K Rukiati.
2005. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta : rineka cipta.
Hasbullah.
2001. Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Badri Yatim.
2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Abdul Kodir. 2015. Sejarah Pendidikan
Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Hamka. 1976. Sejarah
Umat Islam. Jakarta: bulan bintang.
[1]
Mahmud Yunus, sejarah pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta : Mutiara Sumber Widya, 1995), hlm. 220.
[3]
Hasbullah, 2001, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada), hlm.37
[4]
Badri Yatim, Hafiz Anshari AZ, Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 223
[6]
Hamka, Sejarah Umat Islam, (Jakarta: 1976, bulan bintang), hl 157.
[7] Ibid,hlm.42