Selasa, 24 Oktober 2017

KONSEP DASAR PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

KONSEP DASAR PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
DAN
PERBEDAAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DAN PENDIDIKAN SEKOLAH
Mata Kuliah :
Pendidikan Luar Sekolah
Dosen Pengampu:
Eni Listiati, M.Pd
Oleh Kelompok 2: LESNIDA LUBIS                                 
 FACHRI HUSAINI HASIBUAN
TAUFIK HIDAYAT
ARDINA KHOIRUNNISA HASIBUAN
SAHARA HARAHAP
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI 2)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN  KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat seta salam semoga tercurahkan kepada nabi kita, Muhammad SAW., keluarga serta sahabatnya dan akhirnya kepada kita sebagai umat yang tunduk terhadap ajaran yang dibawanya.
Kami selaku penyusun makalah ini merasa lega dan bahagia karena bisa menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah Dan Perbedaan Pendidikan Luar Sekolah Dan Pendidikan Sekolah” sesuai dengan waktu yang direncanakan, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa atau pelajar, terutama bermanfaat bagi kelompok kami yang sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, guna untuk memenuhi tugas perkuliahan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini, terutama kepada ibu Eni Listiati, M.Pd. Beliau telah mempercayakan kami dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.


Penulis


DAFTAR ISI
Kata Pengantar  ....................................................................................................  i
Daftar Isi ................................................................................................................ ii
BAB I      Pendahuluan ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II    Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah Dan Perbedaan Pendidikan Luar Sekolah Dan Pendidikan Sekolah.................................................................................................................... 3
A. Definisi Pendidikan Luar Sekolah (pls)................................................ 3
B.  Dasar Pendidikan Luar Sekolah (pls)................................................... 4
C.  Fungsi-Fungsi Pendidikan Luar Sekolah............................................ 6
D. Perbedaan Pendidikan Sekolah Dengan Pendidikan Luar Sekolah.... 11

BAB III   PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15


BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan proses untuk mengintegrasikan individu yang sedang mengalami pertumbuhan ke dalam kolektivitas masyarakat. Dalam kegiatan pendidikan terjadi pembinaan terhadap perkembangan potensi peserta didik untuk memenuhi kelangsungan hidupnya secara pribadi dan kesejahteraan kolektif di masyarakat. Sebagai usaha sadar, pendidikan diarahkan untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka mengisi peranan tertentu di masyarakat pada masa yang akan datang. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, tercantum butir kalimat mencerdaskan kehidupan bangsa, makna dari kalimat tersebut sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Pendidikan menjadi instrumen untuk mewujudkan masyarakat dan bangsa yang cerdas, pendidikanlah yang harus dirancang dan diimplementasikan secara baik. Salah satu faktor untuk mewujudkan kecerdasan bangsa dan pendidikan yang maju adalah terciptanya budaya baca di dalam masyarakat. Dengan adanya pendidikan yang maju dan budaya baca yang telah mengakar pada masyarakat maka akan muncul masyarakat dan bangsa yang cerdas dalam kehidupannya.
UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 13, memuat jalur pendidikan yang terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal  yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Ketiga jalur pendidikan tersebut satu kesatuan sub sistem untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nonformal bermuara pada tujuan utama pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa; mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki kemampuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis membuat makalah tentang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang merupakan bagian dari pendidikan non formal. Didalam makalah ini kami akan membahas konsep dasar pendidikan luar sekolah Dan perbedaan pendidikan luar sekolah Dan pendidikan sekolah.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Definisi pendidikan luar sekolah (PLS)
2.      Konsep Dasar pendidikan luar sekolah (PLS)
3.      Perbedaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dengan pendidikan sekolah

C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui definisi Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
2.      Untuk mengetahui dasar Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
4.      Untuk mengetahui Perbedaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dengan pendidikan sekolah



BAB II
KONSEP DASAR PENDIDIKAN LUAR
DAN
PERBEDAAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DAN PENDIDIKAN SEKOLAH
A.          DEFINISI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLS)
Komunikasi Pembaruan Nasional Pendidikan
Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.[1]

PHILLIPS H. COMBS, mengungkapkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan di luar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.

Empat hal yang menjadi acuan pengembangan pendidikan luar sekolah, yaitu :
1.      Memperluas pelayanan kesempatan memperoleh pendidikan bagi masyarakat yang tidak dibelajarkan pada jalur pendidikan sekolah.
2.      Meningkatkan relevansi, keterkaitan dan kesepadanan program-program pendidikan luar sekolah dengan kebutuhan masyarakat.
3.      Peningkatan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan luar sekolah.
4.      Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan luar sekolah
Empat hal di atas sebenarnya mengandung arti bahwa pendidikan luar sekolah harus berorientasi ke masa depan. Untuk mewujudkan kebijakan tersebut pelembagaan pendidikan luar sekolah di masyarakat menjadi suatu tuntutan yang harus dilaksanakan. Misi ini dilaksanakan untuk membantu percepatan tercapainya masyarakat yang cerdas, terampil, disiplin, berdaya saing dan gemar membaca.

B.           DASAR PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLS)
Sejarah terbentuknya pendidikan luar sekolah (PLS)
Alasan terselenggaranya PLS dari segi kesejarahan, tidak bisa lepas dari lima aspek yaitu:
a.      Aspek pelestarian budaya
Pendidikan yang pertama dan utama adalah pendidikan yang terjadi dan berlangsung di lingkungan keluarga dimana (melalui berbagai perintah, tindakan dan perkataan) ayah dan ibunya bertindak sebagai pendidik. Dengan demikian pendidikan luar sekolah pada permulaan kehadirannya sangat dipengaruhi oleh pendidikan atau kegiatan yang berlangsung di dalam keluarga. Di dalam keluarga terjadi interaksi antara orang tua dengan anak, atau antar anak dengan anak. Pola-pola transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai dan kebiasaan melalui asuhan, suruhan, larangan dan pembimbingan. Pada dasarnya semua bentuk kegiatan ini menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik. Semua bentuk kegiatan yang berlangsung di lingkungan keluarga dilakukan untuk melestarikan dan mewariskan kebudayaan secara turun temurun. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan praktis di masyarakat dan untuk meneruskan warisan budaya yang meliputi kemampuan, cara kerja dan Teknologi yang dimiliki oleh masyarakat dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Jadi dalam keluarga pun sebenarnya telah terjadi proses-proses pendidikan, walaupun sistem yang berlaku berbeda dengan sistem pendidikan sekolah. Kegiatan belajar-membelajarkan yang asli inilah yang termasuk ke dalam kategori pendidikan tradisional yang kemudian menjadi pendidikan luar sekolah.

b.      Aspek teoritis
Salah satu dasar pijakan teoritis keberadaan PLS adalah teori yang diketengahkan Philip H. Cooms (1973:10), tidak satupun lembaga pendidikan: formal, informal maupun nonformal yang mampu secara sendiri-sendiri memenuhi semua kebutuhan belajar minimum yang esensial. Atas dasar teori di atas dapat dikemukakan bahwa, keberadaan pendidikan tidak hanya penting bagi segelintir masyarakat tapi mutlak diperlukan keberadaannya bagi masyarakat lemah (yang tidak mampu memasukan anak-anaknya ke lembaga pendidikan sekolah) dalam upaya pemerataan kesempatan belajar, meningkatkan kualitas hasil belajar dan mencapai tujuan pembelajaran yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Uraian di atas cukup untuk dijadikan gambaran bahwa PLS merupakan lembaga pendidikan yang berorientasi kepada bagaimana menempatkan kedudukan, harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang memiliki kemauan, harapan, cita-cita dan akal pikiran.
c.       Dasar pijakan
Ada tiga dasar pijakan bagi PLS sehingga memperoleh legitimasi dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yaitu: UUD 1945, Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1989 dan peraturan pemerintah RI No.73tahun1991tentang pendidikan luar sekolah. Melalui ketiga dasar di atas dapat dikemukakan bahwa, PLS adalah kumpulan individu yang menghimpun dari dalam kelompok dan memiliki ikatan satu sama lain untuk mengikuti program pendidikan yang diselenggarkan di luar sekolah dalam rangka mencapai tujuan belajar. Adapun bentuk-bentuk satuan PLS., sebagaimana diundangkan di dalam UUSPN tahun 1989 pasal 9:3 meliputi: pendidikan keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan pendidikan sejenis. Satuan PLS sejenis dapat dibentuk kelompok bermain, penitipan anak, padepokan persilatan dan pondok pesantren tradisional.
d.      Aspek kebutuhan terhadap pendidikan
Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan tidak hanya pada masyarakat daerah perkotaan, melainkan masyarakat daerah pedesaan juga semakin meluas. Kesadaran ini timbul terutama karena perkembangan ekonomi, kemajuan iptek dan perkembangan politik. Kesadaran juga tumbuh pada seseorang yang merasa tertekan akibat kebodohan, keterbelakangan atau kekalahan dari kompetisi pergaulan dunia yang menghendaki suatu keterampilan dan keahlian tertentu. Atas dasar kesadaran dan kebutuhan inilah sehingga terwujudlah bentuk-bentuk kegiatan kependidikan baik yang bersifat persekolahan ataupun di luar persekolahan.

e.       Keterbatasan lembaga pendidikan sekolah
Lembaga pendidikan sekolah yang jumlahnya semakin banyak bersifat formal atau resmi yang dibatasi oleh ruang dan waktu serta kurikulum yang baku dan kaku serta berbagai keterbatasan lainnya. Sehingga tidak semua lembaga pendidikan sekolah yang ada di daerah terpencilpun yang mampu memenuhi semua harapan masyarakat setempat, apalagi memenuhi semua harapan masyarakat daerah lain. Akibat dari kekurangan atau keterbatasan itulah yang memungkinkan suatu kegiatan kependidikan yang bersifat informal atau nonformal diselenggarakan, sehingga melalui kedua bentuk pendidikan itu kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.

C.     FUNGSI-FUNGSI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Pendidikan luar sekolah memiliki fungsi dalam kaitan dengan kegiatan pendidikan sekolah, kaitan dengan dunia kerja dan kehidupan. Dalam kaitan dengan pendidikan sekolah, fungsi PLS adalah sebagai substitusi, komplemen, dan suplemen. Kaitannya dengan dunia kerja, PLS mempunyai fungsi sebagai kegiatan yang menjembatani seseorang masuk ke dunia kerja.Sedangkan dalam kaitan dengan kehidupan, PLS berfungsi sebagai wahana untuk bertahan hidup dan mengembangkan kehidupan seseorang.[2]
1.      Fungsi PLS sebagai substitusi pendidikan sekolah
Substitusi atau pengganti mengandung arti bahwa PLS sepenuhnya menggantikan pendidikan sekolah bagi peserta didik yang karena berbagai alasan tidak bisa menempuh pendidikan sekolah. Materi pelajaran yang diberikan adalah sama dengan yang diberikan di pendidikan persekolahan. Contoh: pendidikan kesetaraan yaitu Paket A setara SD untuk anak usia 7-17 tahun, Paket B setara SLTP bagi anak usia 13-15 tahun, dan Paket C setara SLTA bagi remaja usia SLTA. Setelah peserta  didik menamatkan studinya dan lulus ujian akhir, mereka memperoleh ijazah yang setara SD, SLTP dan SLTA.
2.      Fungsi PLS sebagai komplemen pendidikan sekolah
Pendidikan luar sekolah sebagai komplemen adalah pendidikan yang materinya melengkapi apa yang diperoleh di bangu sekolah. Ada beberapa alasan sehingga materi pendidikan persekolahan harus dilengkapi pada PLS. Pertama, karena tidak semua hal yang dibutuhkan peserta didik dalam menempuh perkembangan fisik dan psikisnya dapat dituangkan dalam kurikulum sekolah. Dengan demikian, jalur PLS merupakan wahana paling tepat untuk mengisi kebutuhan mereka. Kedua, memang ada kegiatan-kegiatan atau pengalaman belajar tertentu yang tidak biasa diajarkan di sekolah. Misalnya olah raga prestasi, belajar bahasa asing di SD, dan sebagainya. Untuk pemenuhan kebutuhan belajar macam itu PLS merupakan saluran yang tepat.   Bentuk-bentuk PLS yang berfungsi sebagai komplemen pendidikan sekolah dapat
berupa kegiatan yang dilakukan d sekolah, seperti kegiatan ekstra kurikuler (pramuka, latihan drama, seni suara, PMR) atau kegiatan yang dilakukan di luar sekolah. Kegiatan terakhir ini dilakukan oleh lembaga-lembaga PLS yang diselenggarakan masyarakat dalam bentuk kursus, kelompok belajar dan sebagainya.
3.      Fungsi PLS sebagai suplemen pendidikan sekolah
Pendidikan luar sekolah sebagai suplemen berarti kegiatan pendidikan yang materinya memberikan tambahan terhadap materi yang dipelajari di sekolah. Sasaran populasi PLS sebagai suplemen adalah anak-anak, remaja, pemuda atau orang dewasa, yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah tertentu (SD sampai PT). Mengapa mereka membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap tertentu sebagai tambahan pendidikan yang tidak diperoleh di sekolah? Pertama, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung sangat cepat,sehingga kurikulum sekolah sering ketinggalan. Oleh karena itu, lulusan pendidikan sekolah perlu menyesuaikan pengetahuan dan keterampilannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Hal itu dapat ditempuh  dengan melakukannya melalui PLS. Kedua, pada umumnya lulusan pendidikan sekolah belum sepenuhnya siap terjun ke dunia kerja. Oleh karena itu, lulusan tersebut perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang diminta oleh dunia kerja melalui PLS. Ketiga, proses belajar itu sendiri berlangsung seumur hidup. Walaupun telah menamatkan pendidikan sekolah sampai jenjang tertinggi, seseorang masih perlu belajar untuk tetap menyelaraskan hidupnya dengan perkembangan dan tuntutan lingkungannya.
4.      Fungsi PLS sebagai jembatan memasuki dunia kerja
Pendidikan luar sekolah berfungsi sebagai suplemen bagi lulusan pendidikan sekolah untuk memasuki dunia kerja. Lepas kaitannya dengan pendidikan sekolah, PLS berfungsi sebagai jembatan bagi seseorang memasuki dunia kerja. Apakah orang tersebut memiliki iazah pendidikan sekolah atau tidak. Seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keaksaraannya di jalur PLS dan ia belum memiliki pekerjaan, dia memerlukan jenis pendidikan luar sekolah yang bisa membawa ke dunia pekerjaan.
5.      Fungsi PLS sebagai wahana ntuk bertahan hidup dan mengembangkan kehidupan
Bertahan hidup (survival) harus melalui pembelajaran. Tidaklah mungkin seseorang bisa mempertahankan hidupnya tanpa belajar mempertahankan hidup. Demikian pula untuk mengembangkan mutu kehidupannya,seseorang harus melakukan proses pembelajaran. Belajar sepanjang hayat merupakan wujud pertahanan hidup dan pengembangan kehidupan. Pendidikan luar sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan dan belajar sepanjang hayat yang amat strategis untuk pengembangan kehidupan seseorang. Dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah kehidupan itu sendiri.
 
Untuk lebih memperjelas lagi, mari kita simak PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH Presiden Republik Indonesia. Dibawah ini :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1991
TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Presiden Republik Indonesia,[3]
Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 10 ayat (5) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Luar Sekolah;
Mengingat:
1.      Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.      Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390);

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.       Pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik dilembagakan maupun tidak.
2.       Warga belajar adalah setiap anggota masyarakat yang belajar di jalur pendidikan luar sekolah.
3.       Kelompok belajar adalah satuan pendidikan luar sekolah yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang saling membelajarkan pengalaman dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu dan taraf kehidupan.
4.       Kursus adalah satuan pendidikan luar sekolah yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental tertentu bagi warga belajar.
5.       Menteri adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
6.       Menteri lain adalah Menteri yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan satuan pendidikan luar sekolah di luar lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
7.       Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen adalah Pimpinan Lembaga Pernerintah Non Departemen yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan satuan pendidikan luar sekolah.
BAB II
TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan luar sekolah bertujuan:
1.       Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya;
2.       Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan/atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi; dan
3.       Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.


BAB III
JENIS PENDIDIKAN
Pasal 3
1.       Jenis pendidikan luar sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan keagamaan, pendidikan jabatan kerja, pendidikan kedinasan dan pendidikan kejuruan.
2.       Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan dan peningkatan keterampilan dan sikap warga belajar dalam bidang tertentu.
3.       Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan warga belajar untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
4.       Pendidikan jabatan kerja merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan sikap warga belajar untuk memenuhi persyaratan pekerjaan tertentu pada satuan kerja yang bersangkutan.
5.       Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.
6.       Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan warga belajar untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
7.       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3) ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) diatur oleh Menteri atau Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.


D.          PERBEDAAN PENDIDIKAN SEKOLAH DENGAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Pendidikan luar sekolah mempunyai perbedaan dengan pendidikan sekolah. Unesco (1972) menjelaskan bahwa pendidikan luar sekolah mempunyai derajat keketatan dan keseragaman yang lebih rendah dibanding dengan tingkat keketatan dan keseragaman pendidikan sekolah. Pendidikan luar sekolah memiliki bentuk dan isi program yang bervariasi, seangkan pendidikan sekolah, pada umumnya, memiliki bentuk dan isi program yang seragam untuk setiap satuan, jenis, dan jenjang pendidikan. Perbedaan inipun tampak pada teknik-teknik yang digunakan dalam merencanakan, dan mengevaluasi proses dan hasil program pendidikan. Tujuan program pendidikan luar sekolah tidak seragam, sedangkan tujuan pendidikan sekolah seragam untuk setiap satuan dan jenjang pendidikan. Peserta didik (warga belajar) dalam program pendidikan luar sekolah tidak memiliki persyaratan ketat sebagaimana persyaratan yang berlaku bagi siswa pendidikan sekolah. [4]
Tanggung jawab pengelolaan dan pembiayaan pendidikan luar sekolah dipikul oleh pihak yang berbeda-beda, baik pemerintah, lembaga kemasyarakatan, maupun perorangan yang berminat untuk menyelenggarakan program pendidikan. Dilain pihak tanggung jawab pengelolaan program pendidikan sekoloh pada umumnya berada pada pihak pemerintah dan lembaga yang khusus menyelenggarakan pendidikan persekolahan. Dengan demikian, perbedaan antara kedua jalur pendidikan itu terdapat dalam berbagai segi baik sistemnya maupun penyelenggaraannya.[5]
Pengertian Tiga Jenis Pendidikan
Berkaitan dengan pengertian pendidikan terdapat perbedaan yang jelas antara pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Sehubungan dengan hal ini Coombs (1973) membedakan pengertian ketiga jenis pendidikan itu sebagai berikut:[6]
Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, bertingkat/berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.
Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media massa.[7]
Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang , dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mancapai tujuan belajarnya.[8]
Ketiga pengertian di atas dapat digunakan untuk membedakan program pendidikan yang termasuk ke dalam setiap jalur pendidikan tersebut. Sebagai bahan untuk menganalisis berbagai program pendidikan maka ketiga batasan pendidikan di atas perlu diperjelas lagi dengan kriteria yang dapat membedakan antara pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal dengan pendidikan yang program-programnya bersifat informal dan formal. Perbedaan antara pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal dan informal dapat dikemukakan sebagai berikut. Pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal memiliki tujuan dan kegiatan yang terorganisasi, diselenggarakan di lingkungan masyarakat dan lembaga-lembaga, untuk melayani kebutuhan belajar khusus para peserta didik. [9]
Sedangkan pendidikan yang program- programnya bersifat informal tidak diarahkan untuk melayani kebutuhan belajar yang terorganisasi. Kegiatan pendidikan ini lebih umum, berjalan dengan sendirinya, berlangsung terutama dalam lingkungan keluarga, serta melalui media massa, tempat bermain, dan lain sebagainya. Apabila kegiatan yang termasuk pendidikan yang program-programnya bersifat informal ini diarahkan untuk mencapai tujuan belajar tertentu maka kegiatan tersebut dikategorikan baik ke dalam pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal maupun pendidikan yang program-programnya bersifat formal.
Kleis (1974) memberi batasan umum bahwa pendidikan adalah sejumlah pengalaman yang dengan pengalaman itu, seseorang atau kelompok orang dapat memahami sesuatu yang sebelumnya tidak mereka pahami Pengalaman itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu menimbulkan proses perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu menghasilkan perkembangan(dev elopment ) bagi kehidupan seseorang atau kelompok dalam lingkungannya. Proses belajar itu akan menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif (penalaran, penafsiran, pemahaman, dan penerapan informasi), peningkatan kompetensi (keterampilan intelektual dan sosial), serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan dan perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon sesuatu rangsangan. Proses perubahan (belajar) dapat terjadi dengan disengaja atau tidak disengaja.[10]
Pandangan lain tentang pendidikan dikemukakan oleh Axiin (1974), yang membuat penggolongan program-program kegiatan yang termasuk ke dalam pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan menggunakan kriteriaadan ya atau tidak adanya kesengajaan dari kedua pihak yang berkomunikasi, yaitu pihak pendidik (sumber belajar atau fasilitator) dan pihak peserta didik (siswa atau warga belajar).[11]
Perbedaan antara pendidikan luar sekolah Dan pendidikan sekolah, Secara prinsip, satu-satunya perbedaan antara pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah adalah legitimasi atau formalisasi penyelenggaraan pendidikan. Tentang perbedaan penyelenggaraan ini, secara institusional, tercantum pada Undang-Undang RI nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 10:2-3. selanjutnya, perbedaan secara operasional, Umberto Sihombing melalui bukunya Pendidikan Luar Sekolah: Manajemen Strategi (2000:40-46) menuliskan secara khusuS dan sistematis tentang perbedaan antara Pendidikan Luar Sekolah dengan Pendidikan Sekolah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan sekolah adalah pendidikan formal, dikatakan formal karena diadakan disekolah / tempat tertentu, teratur sistematis, mempunyai jenjang dan kurun waktu tertentu. Lembaga pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah (PLS) ialah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib dan berencana, diluar kegiatan proses persekolahan.
Pendidikan informal ini terutama berlangsung ditengah keluarga. Namun mungkin juga berlangsung di lingkungan sekitar keluarga tertentu, perusahaan, pasar, terminal dll yang berlangsung setiap hari tanpa ada batas waktu. Pendidikan ini berlaku tanpa ada lembaga yang resmi atau organisasi tertentu.
Sementara itu Pendidikan luar sekolah ialah pendidkan yang teratur diluar kegiatan sekolah. Adapun fungsi pendidikan luar sekolah antara lain :
1.            Fungsi PLS sebagai substitusi pendidikan sekolah
2.            Fungsi PLS sebagai komplemen pendidikan sekolah
3.            Fungsi PLS sebagai suplemen pendidikan sekolah
4.            Fungsi PLS sebagai jembatan memasuki dunia kerja
5.            Fungsi PLS sebagai wahana untuk bertahan hidup dan mengembangkan  kehidupan
Perbedaan antara pendidikan luar sekolah Dan pendidikan sekolah, Secara prinsip, satu-satunya perbedaan antara pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah adalah legitimasi atau formalisasi penyelenggaraan pendidikan. Tentang perbedaan penyelenggaraan ini, secara institusional, tercantum pada Undang-Undang RI nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 10:2-3. selanjutnya, perbedaan secara operasional, Umberto Sihombing melalui bukunya Pendidikan Luar Sekolah: Manajemen Strategi (2000:40-46) menuliskan secara khusuS dan sistematis tentang perbedaan antara Pendidikan Luar Sekolah dengan Pendidikan Sekolah.


DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Ngalim. 1985. Ilmu Pendidikan. Bandung: CV. Remaja Karya
Peraturan Pemerintah Nomor 73. (1991). Tentang Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Sekretariat Jenderal Depdikbud.
Soelaiman, Joesoef. 2004. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Sanapiah , Faisal. 2001Pendidikan Luar Sekolah . Surabaya : CV. Usaha Nasional.
Sudjana. 2001. Pendidikan luar sekolah. Bandung : Fallah production.
Sudjana. 2004. manajemen program pendidikan (untuk pendidikan Non Formal Dan pengembangan Sumber daya Manusia. Bandung: Falah Production.
Kamil, M. 2009. Pendidikan Non formal pengembangan melaui pusat kegiatan belajar mengajar (PKBM) di Indonesiaa (sebuah Pembelajaran dari Komikan Jepang.  Bandung : Alfabeta Bandung.



[1] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan. (Bandung: CV. Remaja Karya, 1985) hl. 36

[2] Sudjana. Pendidikan luar sekolah, (Bandung : Fallah production 2001), hl 30.

[3] Peraturan Pemerintah Nomor 73. (1991). Tentang Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Sekretariat Jenderal Depdikbud.
[4] Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan. ( CV. Remaja Karya, Bandung : 1985), Hlm 47
[5] Ibid, Hlm 48
[6] Joesoef Soelaiman, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. (PT. Bumi Aksara Jakarta: 2004), Hlm 29

[7] Sudjana, manajemen program pendidikan (untuk pendidikan Non Formal Dan pengembangan Sumber daya Manusia. (Bandung: Falah Production, 2004). Hl 43.
[8] Kamil, M. Pendidikan Non formal pengembangan melaui pusat kegiatan belajar mengajar (PKBM) di Indonesiaa (sebuah Pembelajaran dari Komikan Jepang.  (Bandung : Alfabeta Bandung, 2009). Hl. 70.
[9] Ibid, Hlm 32
[10] Faisal Sanapiah,  Pendidikan Luar Sekolah . (CV. Usaha Nasional, Surabaya : 2001), Hlm 64
[11] Ibid, Hlm 66

Tidak ada komentar:

Posting Komentar